This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 30 November 2013

Osteoarthritis

Skenario A Blok 21 Tahun 2013
A 66-year-old woman comes to MH hospital because she has suffered from pain on the right knee since four years ago. She also complains of stiffness for approximately 15 minutes when she awakes in the morning, and in the afternoon her pain worsens. Walking up the stairs in her house, however, causes a good deal of pain, which is not relieved by ibuprofen (600mg three times daily) or by acetaminophen (1000mg three times daily). Knee radiograph done six weeks ago show osteophyte and severe narrowed joint space.
Physical Examination:
Body weight: 70 kg, height: 150 cm, there is coarse crepitus with flexion /extension of the right knee. Both knees are in slight varus angulation (bow-legged). On palpation thre of the right knee. The joint margins of both knees and exquisite tenderness to digital pressure at the medial upper tibia on the right.

Rawan Sendi Normal
Komposisi rawan sendi normal mengandung hanya satu jenis sel yang sangat spesifik yaitu kondrosit yang berperan dalam mensintesis dan memelihara matriks ekstraseluler. Matriks rawan sendi terutama mengandung kolagen, proteoglikan dan air. Kolagen merupakan molekul protein yang sangat kuat; ada beberapa tipe kolagen pada matriks ekstraseluler tetapi sebagian besar ialah kolagen tipe B. Kolagen berfungsi sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi pengembangan berlebihan agregat proteoglikan.
Di dalam rawan sendi normal, komponen matriks ekstraseluler walaupun lambat secara terus menerus mengalami pergantian (turn-over), molekul tua akan diganti yang baru.
Proteoglikan mengalami turn-over yang lebih cepat dibandingkan kolagen, karena proteoglikan lebih peka terhadap enzim degradasi. Pada turn-over normal akan dilepaskan sejumlah besar fragmen proteoglikan yang menunjukkan bahwa bagian yang terputus (cleavage) adalah pada inti protein di tempat yang berdekatan dengan domain G1 dan G2 sehingga memisahkan ikatan HA dari regio pembawa glikosaminoglikan. Degradasi makromolekul ini dikontrol oleh enzim proteolitik yang disintesis oleh kondrosit. Enzim proteolitik yang berperan pada proses ini ialah Metaloprotease 1 (MMP1 atau kolagenase) dan Metaloprotease 3 (MMP 3 atau stromelisin). Aktivitas enzim tersebut dikontrol oleh inhibitor endogen yang dikenal sebagai Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP). Kecepatan degradasi ditentukan pula oleh kadar enzim sintesis dan aktivitas dalam jaringan. Pada keadaan normal, proses degradasi dan sintesis harus terkoordinasi secara reguler agar jumlah makromolekul tetap terpelihara. Berbagai faktor berperan dalam menjaga keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis matriks makromolekuler ini, tetapi secara in vivo kontrol mekanisme ini belum diketahui secara pasti. Berbagai faktor anabolik dan katabolik diketahui mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi metabolisme kondrosit dalam turn-over matriks rawan sendi. Sitokin, seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) merangsang sintesis enzim proteolitik dan menginduksi degradasi kolagen dan proteoglikan yang secara simultan menghambat sintesa proteoglikan. Sitokin ini terutama disintesis oleh makrofag, yang lebih nyata pada keadaan inflamasi sendi. Hormon pertumbuhan seperti transforming growth factor (TGF-β) dan Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) sebaliknya mempunyai efek anabolik terhadap metabolisme kondrosit. Peranannya sangat unik karena tidak hanya menstimulasi sintesis proteoglikan tetapi punya efek melawan aksi IL-1 pada metabolisme kondrosit dengan menghambat efek katabolik padsa rawan sendi.

Etiopatogenesis / patofisiologi
Etiopatogenesis osteoartritis sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang pasti. Telah diketahui bahwa tidak ada satupun pemeriksaan tunggal yang dapat menjelaskan proses kerusakan rawan sendi pada OA. Etiopatogenesis OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik dan OA merupakan keseimbangan di antara faktor etiologik dan proses jaringan. (Isbagio, 2000)
Beradasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik, yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta mobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibandingkan OA sekunder.
Para pakar yang meneliti penyakit ini berpendapat bahwa OA merupakan penyakit gangguan homeostatis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial, antara lain karena faktor umur, stress mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomis, obesitas, genetik, humoral, dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi cairan sendi.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataan lebih rendah dibanding normal, yaitu 0,29 dibanding 1.
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-sitokin ini akan merangsang khondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung.pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini jug mempercepat resorbsi matriks rawan sendi.
Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 kali lipat lebih banyak dibanding individu normal, dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

Mekanisme Nyeri
1.      Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut. (fibrinogen ditambahkan trombosit akan menjadi bekuan darah di pembuluh darah dan fibrinogen ditambahkan LDL & kolesterol akan membentuk endapan aterosklerosis) Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi
2.      peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan.
3.     Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis
4.   kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.
5.     Nyeri gerak dapat juga diakibatkan dari pergesekan antar tulang yang telah kehilangan rawan sendinya, terutama saat ekstensi.

Mekanisme kaku pagi
1.    Karena adanya desakan cairan pada keadaan imobilisasi (tidur/istirahat), desakan ini mendesak daerah inflamasi. Hal ini ketika terbangun dari tidur akan menyebabkan kaku sekitar beberapa menit . Setelah digerakan cairan akan menyebar kembali sehingga kaku akan menghilang. Lamanya kaku tergantung dari derajat inflamasi. (biasanya <30 menit).
2.   Karena viskositas cairan sendi yang meningkat pada keadaan inflamasi sehingga membuat kaku pada sendi
3.    Pada keadaan istirahat suhu sendi turun sehingga membuat pembuluh darah menjadi vasokonstriksi dan menurunkan supply nutrisi ke sendi.  

Nyeri tidak hilang dengan pengobatan
Interaksi kedua obat tersebut baik untuk nyeri yang sudah parah, juga dosis yang diberikan juga sudah sesuai. Dalam hal ini kemungkinan kesalahannya karena kedua obat itu bekerja dengan cara menghambat enzim sikolooksigenase untuk mengubah as. Arakhidonat menjadi PGG2 sehingga prostaglandin tidak terbentuk. Prostaglandin ini berperan dalam nyeri dan inflamasi. Namun, dalam kasus ini nyeri tidak hanya diakibatkan oleh kerja prostaglandin, melainkan dari jejas mekanik yang ditimbulkan oleh proses osteoarthritis. Sehingga nyeri tidak hilang.

Obat yang digunakan
Dosis untuk ibuprofen dewasa : 200-400 mg untuk 3-4 x/hari ---- Max 800 mg/minum / 3200 mg/hari 4x minum
Kasus ini 600 x 3 = 1800 mg/hari à sesuai dengan dosis

Dosis untuk asetaminofen : 300-1000 mg/kali max 4g/hari
Kasus ini 1000 mg x 3 = 3000/hari à sesuai dosis

Kombinasi dari kedua obat ini untuk kasus nyeri yang berat seharusnya menunjukan interaksi obat yang saling menguatkan.

First line terapi            : ibuprofen
Second line terapi       : kombinasi ibuprofen dan asetaminofen
Lini ketiga                   : injeksi steroid intraartikuler
Lini terakhir                : intervensi bedah

Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan radiologi
Kemungkinan kasus ini berada pada derajat à 3 atau 4
Derajat pemeriksaan radiologi osteoarthritis menurut Kellgren dan Lawrence
·         Derajat 0 (KL-0)Tidak terdapat perubahan gambaran radiologik (normal)
·         Derajat I (KL-I) Menunjukkan gambaran kemungkinan adanya osteofit tanpadisertai penyempitan celah sendi
·     Derajat II (KL-II)Memberikan gambaran adanya osteofit yang nyata, sedangkan penyempitan celah sendi tidak ada atau meragukan
·       Derajat III (KL-III) Osteofit tampak berukuran sedang disertai penyempitan celah sendi, sedikit skeloris, dan kemungkinan terdapat deformitas
·    Derajat IV (KL-IV) Osteofid yang besar dan terdapat penyempitan celah sendi yang nyata/berat, dengan sklorosis berat dan deformitas nyata

Mekanisme terbentuknya osteofit
Adanya degradasi dari rawan sendi yang sangat meningkat pada penderita osteoarthritis akan dikompensasi dengan proses reparasi dari muara tulang subkondral. Proses ini dipengaruhi oleh hormone pertumbuhan (IGF1, growth hormone, TGF-β, dan Coloni Stimulating Factor – CSF) yang meninduksi kondrosit sel untuk mensintesis DNA, kolagen dan proteoglikan. Proses ini terjafi secara berlebihan sehingga tampak berupa tulang yang timbul secara tidak rata yang dikenal dengan nama osteofit.

Mekanisme penyempitan celah sendi , Asimetris (pada bagian medial)
Maquet menjelaskan bahwa pada keadaan normal gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Sebaliknya, pada keadaan obesitas resultan tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima sendi lutut akan tidak seimbang. Hal ini dapat menyebabkan ausnya tulang rawan karena bergesernya titik tumpu badan. Beban mekanis akan menyebabkan sendi bagian medial terus terdorong dan menyebabkan penyempitan celah sendi
Stress mekanis menjadi factor yang merangsang molekul abnormal dan produk degradasi di cairan synovial yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi dan akhirnya terjadinya degradasi pada rawan kartilago yang akan menambah penyempitan celah sendi.

Pemeriksaan fisik :
Obesitas
IMT = 70/1,5x1,5 = 31,11 (kelebihan berat badan tingkat berat)
Klasifikasi BMI Berdasarkan Depkes RI
IMT < 17.0                  : kekurangan berat badan tingkat berat = kategori kurus
IMT 17.0 - 18.5           : kekurangan berat badan tingkat ringan = kategori kurus
IMT 18.5 - 25.0           : kategori normal
IMT > 25.0 - 27.0       : kelebihan berat badan tingkat ringan = kategori gemuk
IMT > 27.0                  : kelebihan berat badan tingkat berat = kategori gemuk

Klasifikasi BMI Berdasarkan WHO
< 16.0 : kurang energi tingkat berat   
16.0-17.5         : kurang energi tingkat sedang
>17.5-18.5       : kurang energi tingkat ringan
>18.5-20.0       : kurang energy
>20.0-25.0       : normal
>25.0-30.0       : kegemukan
>30.0               : obes

Mekanisme :           
Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut
Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis lutut. Maquet menjelaskan bahwa pada keadaan normal gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Sebaliknya, pada keadaan obesitas resultan tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima sendi lutut akan tidak seimbang. Hal ini dapat menyebabkan ausnya tulang rawan karena bergesernya titik tumpu badan. Oleh karena itu kelebihan berat badan pada umur 36- 37 tahun membuat satu faktor risiko bagi osteoartritis lutut pada usia lanjut.

Krepitus kasar
Rasa gemeretak saat sendi yang sakit digerakkan. Krepitus kasar dan jelas terdengar mempunyai nilai diagnostik bermakna.

Mekanisme
Pada tulang rawan sendi (kartilago) dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya nyeri dan bunyi gemeretak kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi. Cairan sinovial yang berkurang membuat celah sendi menjadi sempit. Menyempitnya celah sendi tersebut menyebabkan tulang yang membentuk sendi tersebut bergesekan dan menimbulkan bunyi ketika digerakkan.

Mekanisme Varus angulation (bow-legged)
Gaya berat badan pada keadaan obesitas yang yang menggeser resultan gaya ke medial sendi, sehingga membuat daerah medial lebih rentan untuk mendapatkan stress mekanik. Stress mekanik ini akan memicu terjadinya inflamasi didaerah tersebut, sehingga proses degenerative di daerah medial yang membuat celah sendi bagian medial menjadi sempit ditambah gaya berat ini akan menyebabkan kaki menjadi varus (membengkok).

Exquisite Tendernerness (hiperalgesia)
Karena sensasi nyeri yang dialami oleh pasien, sehingga pasien menjadi sensitive terhadap sentuhan.

Kriteria diagnosis
Klinik & Laboratorik
Klinik & Radiografik
Klinik
Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 kriteria berikut :
- Usia > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus
- Nyeri tekan
- Pembesaran tulang
- Tidak panas pada perabaan
- LED < 40 mm/jam
- RF < 1:40
- Analisis cairan sendi normal
Nyeri lutut + minimal 1 dari 3 kriteria berikut :
- Usia > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus

+
- Osteofit
Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 kriteria berikut :
- Usia > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus
- Nyeri tekan
- Pembesaran tulang
- Tidak panas pada perabaan

Penatalaksanaan
1.      Terapi non-farmakologis
·                     - Edukasi dan penerangan
·                     - Terapi fisik dan rehabilitasi
·                     - Penurunan berat badan
2.      Terapi farmakologis
·                    - Analgesik oral non-opiat
·                    -  Analgesik topical
·                    -  OAINS
·                    -  Chondroprotective
·                    -  Steroid Intra-artikuler
3.      Terapi bedah
·                    - Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus
·                    - Arhtroscopic debridement dan joint lavage
·                    - Osteotomi
·                    -  Artroplasti sendi total

Kamis, 21 November 2013

Skizoafektif Tipe Depresif

Skenario C Blok 20 Tahun 2013
            Mrs. Cek Ela, a 30-year-old housewife, was admitted to the emergency room in mental hospital (RSEB) Palembang with attempted suicide. She looked very depressed and sometimes cried without any particular reason.
            Her family mentioned that there were changes in her behavior sine 2 years ago, she gradually became more and more withdrawn to herself and preferred to stay in her room all day long.
            One year ago she complained about hearing voices such as a conversation or sometimes the voice commenting on her, while the person didn’t exist. Later on, the voice became more disturbing, commanding her to do something which was difficult or impossible to refuse. The last command forced her to hurt herself.
            The premobid personality was schizoid and after the age of 20 years it was clear that her personality became more annoying especially to her family and also the neighbors. She became isolated and no social interaction at all. In the last one year, she became more deteriorated, lacked of self care and couldn’t do house chores. Her speech was limited and the sentences were very disorganized.
            According to her family there was no stressor before these behavioral changes happened.
            In autoanamnesis the patient was very quiet, sometimes cried and difficult to answer the question. Her answer were in one or two words, not so clear and sometimes she refused to talk at all.
Summary of Psychiatric Examination :
The psychopathology of this patient are poor discriminative insight, command auditoric hallucination, autism, anxiety, and association disorder such as incoherence and hemmung. The conclusion is the reality testing ability of this patient is really disturbed.
Additional Information :
The patient has good marital history, no history of schizophrenia or affective disorders in the family, the level of intelligence is within the normal range, no stressor during the last 12 months and the GAF scale is around 40-31 at the moment of examination.
Physical examination : no abnormality is found.

Hipotesis
Nyonya Cek Ela 30 tahun mengalami Gangguan Jiwa Schizophrenia dengan gangguan kepribadian schizoid.

Etiologi
Skizofrenia didiskusikan seolah-olah sebagai suatu penyakit tunggal namun kategori diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin dengan kausa yang heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak serupa. Pasien skizofrenia menunjukan presentasi klinis, respon terhadap terapi dan perjalanan penyakit yang berbeda-beda.
a.       Model diatesis-stres
Menurut model diatesis-stres terhadap integrasi factor biologis, psikososial, dan lingkungan, seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik yang bila diaktifkan oleh pengaruh yang penuh tekanan, memungkinkan timbulnya gejala skizofrenia.
b.      Neurobiologi
Kausa skizofrenia belum diketahui. Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk system limbic, korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologik primer di tempat lain.pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan system limbic sebagai lokasi potensial proses patologik primer pada sebagian besar pasien skizofrenik.
c.       Hipotesis dopamine
Skizofrenia timbul akibat dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan dua pengamatan. Pertama, kemanjuran obat antagonis reseptor dopamine. Kedua, obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik adalah amfetamin bersifat psikotomimetik. Teori dasar ini tidak menguraikan apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamine yang berlebihan, reseptor dopamine yang terlalu banyak, hipersensitivitas reseptor dopamine terhadap dopamine, atau kombinasi dari mekanisme tersebut. Jalur dopamine di otak yang terlibat yaitu jalur mesokortikal dan mesolimbik.
d.      Neurotransmitter lain
·         Serotonin, berdasarkan obat antagonis serotonin dopamine (SDA) memiliki aktivitas yang poten. Secara spesifik, antagonis reseptor 5HT2 serotonin sebagai sesuatu yang penting dalam mengurangi gejala psikotik dan meredakan timbulnya gangguan pergerakan terkait antagonism D2.
Seperti yang diisyaratkan pada penelitian mengenai gangguan mood, aktivitas serotonin dianggap terlibat dalam perilaku impulsive dan bunuh diri pada pasien skizofrenia.
·         Norepinefrin, penelitian dengan menurunkan aktivitas noradrenergic di lokus seruleus dan melibatkan reseptor adrenergic-a dan adrenergic-a2. Belum diketahui secara jelas hubungan noradrenergic dengan system dopaminergik, namun ada hubungan diantara keduanya sehingga abnormalitas system noradrenergic mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering.
·         GABA, data yang tersedia sejalan dengan hipotesis bahwa sejumlah pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABAnergik di hipokampus. Hilangnya GABAnergik inhibitorik secara teoritis dan mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergic.
·         Glutamat, hipotesis yang diajukan tentang glutamate mencakup hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan neurotiksisitas terinduksi glutamate. Glutamate dilibatkan karena ingesti akut fensiklidin, suatu antagonis glutamate menimbulkan sindrom menyerupai skizoprenia.
·         Neuropeptida, dua neuropeptida, kolesitokinin dan neurotensin ditemukan disejumlah region otak yang terlibat dalam skizofrenia. Konsentrasinya mengalami perubahan dalam keadaan psikotik.
e.       Neuropatologi
Para peneliti mengungkapkan dasar potensi neuropatologi skizofrenia, terutama di system limbic dan ganglia basalis, termasuk abnormalitas neuropatologi atau neurokimiawi di korteks serebri, thalamus dan batang otak. Berkurangnya volume otak secara luas terdapat pada otak skizofrenik tampaknya akibat berkurangnya kepadatan akson, dendrite dan sinaps yang memerantai fungsi asosiasi otak. Satu teori menunjukan skizofrenia muncul pada masa remaja karena pada 1 tahun pertama akan terjadi perkembangan sinaptik yang paling tinggi dan akan terus menurun sampai usia dewasa (awal remaja). Namun, pemangkasan yang berlebihan pada perkembangan ini akan menyebabkan gejala skizofrenia.
f.       System limbic
Peran system ini dalam pengendalian emosi terlibat dalam skizofrenia. Uji postmortem pada area ini terutama amigdala, hipokampus, dan girus parahipokampus dengan MRI pasien skizofrenia. Ditemukan adanya disorganisasi neuron di dalam hipokampus pasien skizofrenia.
g.      Ganglia basalis
Studi menghasilkan mengenai hilangnya sel atau reduksi volume globus palidus dan substansia nigra. Studi lain menunjukan terjadinya peningkatan reseptor D2 pada nucleus kaudatus, putamen dan nucleus akumbens. Gangguan pada ganglia basalis ini akan menunjukan gerakan yang aneh mencakup berjalan yang ganjil, seringai wajah dan stereotipik karena ganglia basalis mengatur gerakan.
h.      Tomografi terkomputerisasi
Studi menunjukan pasien skizofrenia mengalami pembesaran ventrikel ketiga dan lateral serta reduksi volume korteks dalam derajat tertentu. Studi lain melaporkan asimetri serebri abnormal, berkurangnya volume serebelum dan perubahan densitas otak pasien skizofrenia.
i.        Factor genetic
Telah dilaporkan adanya hubungan antara lokasi kromosom dan skizofrenia sejak penerapan teknik biologi molekuler dilakukan secara luas. Lebih dari separuh dari seluruh kromosom dikaitkan dengan skizofrenia pada berbagai laporan, namun lengan panjang kromosom 5,11, dan 18, lengan pendek kromosom 19, serta kromosom x paling sering disebut. Lokus pada kromosom 6,8 dan 22 juga dianggap terlibat.

Patofisiologi
Sebuah studi melibatkan 59000 orang, dimana 5001 didiagnosis dengan skizofrenia. Diidentifikasi 22 lokasi genom, dengan 13 yang terbaru yang menurut peneliti telibat di dalam perkembangan skizofrenia. Peneliti menambahkan, bahwa ada 2 penentu proses genetik pada skizofrenia, yaitu jalur mikro-RNA 137, dan jalur kanal kalsium. Hal ini masih menjadi fokus penelitian. Kemudian selain genetic, dapat juga disebabkan oleh lingkungan, penggunaan obat, dan lain-lain.
            Disfungsi dari prefrontokortikal glutamatergik dan proyeksi GABAergik, dan disfungsi dari sistem serotonin (5-HT) juga memainkan peranan dalam patofisiologi skizofrenia.
Ada dua jalur dopaminergik yang berperan dalam kasus skizofrenia. Yaitu jalur mesolimbik dan mesokortikal. 5HT (serotonin) berinteraksi dengan reseptor 5HT2A  pada level postsinaptik, baik pada badan sel dopamine pada terminal akson dan menghambat pengeluaran dopamine atau kerja antagonis dari 5HT2A menyebabkan pengeluaran dari dopamineAksi dari 5HT2A dan D2 menyebabkan efek yang berbeda pada jalur dopamine yang berbeda.
Kemudian glutamat dari prefrontal korteks ke VTA menurun pada penderita skizofrenia, sehingga jumlah pengeluaran dopamine pada jalur mesolimbik yaitu dari VTA ke nucleus accumbens meningkat. Pengaruh dari ekspresi, distribusi, autoregulasi, dan prevalensi dari heterodimer spesifik, dan level relatif dari G protein, penurunan level dari i isomorph secara spesifik, semuanya bisa berpengaruh pada fungsi NMDA (reseptor glutamat). Kontribusi utama terhadap skizofrenia adalah defisit dari reseptor glutamat presinaptik ke reseptor postsinaptik.
Neurotransmitter glutamat berkaitan dengan pengambilan persepsi dan sikap empati pada  korteks prefrontal dan fungsi cingulate cortex anterior.
1)      Jalur mesolimbik
Pada penderita Skizofrenia, terjadi overaktifitas dari jalur ini. Pada jalur mesolimbik aksi dari reseptor D2 lebih meningkat dibanding reseptor 5HT2A, sehingga terjadi pengeluaran dopamine yang berlebihan.
Jalur mesolimbik yaitu dari Ventral Tegmental Area (VTA) menuju ke nukleus accumbens, amygdala, dan hippocampus. Namun jalur utama yang terganggu adalah dari Ventral Tegmental Area (VTA)  menuju nucleus accumbens. Sistem ini mengatur mekanisme kompleks dari motivasi, emosi, penghargaan, dan gejala positif dari skizofrenia.
Jadi dalam kasus ini, overaktifitas pada jalur ini menyebabkan terjadinya gejala positif pada penderita Skizofrenia, berupa halusinasi auditori, kemudian delusi, dan terjadinya pengucapan kata-kata yang sulit dimengerti.
2)      Jalur mesokortikal
            Pada penderita Skizofrenia, terjadi disfungsi pada jalur ini. Pada jalur mesokortikal, lebih banyak reseptor 5HT2A daripada reseptor D2, sehingga hipofungsi dopamine terjadi.
Jalur mesokortikal yaitu dari Ventral Tegmental Area menuju ke prefrontal cortex. Sistem ini mengatur fungsi eksekusi dan kognisi pada bagian Dorsolateral Prefrontal Cortex (DLPFC), serta fungsi emosi dan afek pada bagian Ventromedial Prefrontal Cortex (VMPFC).
            Jadi dalam kasus ini, disfungsi/hipofungsi jalur ini menyebabkan terjadinya gejala negatif dan kognitif pada penderita Skizofrenia. Gejala negatifnya baik itu rasa depresi, menangis tanpa alasan yang jelas, cemas, menarik diri (apatis, terisolasi dan tidak ada interaksi sosial), sulit menjaga diri dan melakukan pekerjaan rumah. Fungsi kognitif yang terganggu berupa berbicara sedikit, kemunduran mental, pikiran terhambat, sulit membedakan sesuatu.
            Ini adalah kunci dari skizofrenia, yaitu deregulasi ekspresi glutamate carboxylase, yang mengatur regulasi  produksi reelin, yaitu sebuah mediator penting neurogenesis. Secara spesifik reelin mengekspresikan sel cajal-retziu. Ini penting untuk perkembangan pusat bicara di otak, yaitu area Wernicke dan Broca. Defisit pada aktivitas reelin juga berhubungan dengan retardasi pekembangan kortikal.
            Akar dari psikosis (pengalaman yang tidak bisa dijelaskan, walaupun dengan pikiran mereka sendiri) adalah ketika input ganglia basalis ke lapisan V menguasai kemampuan inhibisi cortex yang lebih tinggi sebagai hasil dari transmisi striatal. Ketika dikombinasikan dengan kelebihan prefrontal, secara spesifik transmisi orbitofrontal, dari hippocampus, hal ini membuat otak cenderung jatuh dalam keyakinan diri yang kuat.
            Deteriorasi adalah perburukan, hal ini menunjukkan bahwa skizofrenia yang belum ditatalaksana ini menyebabkan kemunduran yang progresif. Neuropatologi dari skizofrenia ditunjukkan oleh pengurangan neuropil secara signifikan, yaitu multinukleat sinaps antar saraf. Neuropil adalah daerah diantara badan sel saraf pada substansia kelabu dari otak dan medulla spinalis pada sistem saraf pusat. Itu mengandung prosesus yang kusut padat dari paling banyak akson terminal unmyelinated, dendrit dan sel glia. Ini adalah hubungan sinaps yang dibentuk diantara cabang akson dan dendrit. Jadi terjadi penurunan konektivitas sinaps, sehingga pengurangan konektivitas ini menyebabkan pembentukan gejala pada skizofrenia. Jadi pada penderita skizofrenia terjadi pengurangan koneksi sinaps, bukan jumlah sel saraf.

Gejala klinis
Pada tahun 1980, T. J. Crow mengajukan klasifikasi skizofrenia berdasarkan gejala positif (produktif) dan gejala negative (deficit).
Gejala klinis yang terdapat pada kasus ini dibagi menjadi dua kategori tersebut ;
a.       Gejala positif (mekanisme dari jalur mesolimbik) terdiri dari :
·         Waham
·         Command halusinasi auditory

b.      Gejala negative (mekanisme dari jalur mesokortikal) terdiri dari :
·         Depresi
·         Penarikan diri dari social (withdrawn)
·         Disinteraksi social
·         Kemunduran mental
·         Kurang merawat diri
·         Miskin bicara (alogia) atau isi bicara
·         Bicara kacau (inkoherensi)
·         Afek datar
·         Kehilangan minat atau kehendak
·         Kurang motivasi
·         Anhedonia
·         Berkurangnya energy (mudah lelah)

Interpretasi pemeriksaan
REALITY TESTING ABILITY (RTA)
Bagian status mental ini menyimpulkan kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan ntuk melaporkan keadaannya secara akurat. Hal ini mencakup perkiraan kesan psikiater terhadap kejujuran atau keterusterangan pasien. Contoh: jika pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif atau mengenai keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa releabilitas pasien tersebut masih baik/bagus.
GAF SCALE
Global Assessment of Functioning (G.A.F) adalah skala penentuan dalam menilai derajat kemampuan seseorang (overall level) yang sudah diakui secara luas. Dengan skala GAF ini kita dapat mengukur derajat kemampuan fungsi sosial, pekerjaan dan psikologik. Maka dengan skala itu kita dapat mengetahui: 1) angka tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang penderita dalam waktu tertentu dan 2) angka terendah dari seseorang yang tidak mempunyai disfungsi (angka normal terendah). Dengan rumusan tertentu kita dapat menghitung disfungsi seseorang dengan gangguan skizofrenia dalam skala numerik.
Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi yang sering disebut sebagai Global assesment of functioning (GAF). Pemeriksa mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode waktu tertentu (misalnya saat pemeriksaan, tingkat fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan selama 1 tahun terakhir). Fungsional diartikan sebagai kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis.
Fungsi berupa skala dengan 100 poin dengan 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Aksis V
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
100-91   gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81     gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71     gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social
70-61     beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
  umum baik
60-51     gejala dan disabilitas sedang
50-41     gejala dan disabilitas berat
40-31     beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam                beberapa fungsi
30-21     disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi
  dalam hampir semua bidang
20-11     bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
  dan mengurus diri
10-01     persisten dan  lebih serius
0             informasi tidak adekuat

Diagnosis
1)      Anamnesis
-            Identitas pasien : Ny. Cek Ela, umur 30 tahun seorang ibu rumah tangga.
-            Alasan berobat : Percobaan bunuh diri.
-            Riwayat penyakit sekarang:
§  2 tahun lalu : bersikap menarik diri dari lingkungan
§  1 tahun lalu : halusinasi auditory
o    siapa yang merujuk
o    alasan masuk RS
o    keluhan pasien
o    lamanya keluhan
o    hal yang mencetuskan
-             Riwayat keluarga : Tidak ada schizophrenia & gangguan afektif
-             Riwayat pribadi:
o   kesehatan masa anak-anak
o   sekolah
o   masa remaja
o   riwayat pekerjaan
o   riwayat perkawinan : baik
o   anak-anak
o   kebiasaan
o   riwayat penyakit dahulu
o   riwayat penyakit psikiatri sebelumnya
o   perilaku antisosial
o   keadaan hidup saat ini
-             Kepribadian sebelum sakit:
o   riwayat sosial
o   kegiatan dan minat
o   afek
o   watak/karakter
o   pendapat umum
o   energi dan inisiatif
o   reaksi terhadap stress
-            Tidak ada stressor yang jelas dalam 12 bulan terakhir

2)      Pemeriksaan tambahan
-             Pemeriksaan fisik
-             Pemeriksaan status mental
o      perilaku umum
o      berbicara
o      afek
o      pola pikir
o      isi pikir
o      waham dan salah interpretasi
o      halusinasi
o      fenomena obsesi
o      orientasi
o      daya ingat
o      perhatian dan konsentrasi
o      pengetahuan umum
o      insight dan judgment

3)      Tes psikologis
·      Tes neuropsikologis formal dari fungsi kognitif
·      Tes intelegensiaà hasilnya lebih rendah
·      Tes proyektif dan kepribadianà hasilnya abnormal

Kriteria diagnostic menurut Eugen Bleurer: 4  As
Gejala primer   :
·         association disorders
·         affect disorders,
·         autism,
·         ambivalence.

            Gejala sekunder          :
·         delusions,hallucinations etc.

Kriteria diagnostic menurut Kurt Schneider
First rank symptoms    :
·         hallucinations audible thought, dialogue, commentary
·         somatic passivity experience,
·         thought process:
-          interruption/thought withdrawl,thought broadcast,
-          delusional  peceptions,
-          changing desire

Kriteria diagnostic skizofrenia-F20 (PPDGJ III)
·         Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a.       “thought echo”= isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan; walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
 “ thought insertion or withdrawal”= isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting”= isi pikitannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b.      “delusion of control”= waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delusion of influence”= waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delusion of passivity”= waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya= secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
“delusion perception”= penglman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c.       Halusinasi auditorik:
-          Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
-          Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
-          Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d.      Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asingdari dunia lain).

·         Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a.       Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afekif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan;
b.      Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengaami sisipn (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c.       Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan stupor;
d.      Gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

·         Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal);

·         Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

F25 Gangguan Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneuosly) atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.

Klasifikasi gangguan skizoafektif
Menurut PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diklasifikasikan menjadi:
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Pedoman Diagnosis
-       Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.
-       Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu menonjil dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
-       Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizorenia yang khas.

F25. 1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
-       Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe depresif yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe depresif.
-       Afek depreeif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depreesif maupun kelainana perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif.
-       Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizorenia yang khas.

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran.

Diagnosis multiaksial
AKSIS I          : F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
AKSIS II        : F60.1  gangguan kepribadian skizoid
Kriteria PPDGJ dalam menentukan adanya gangguan kepribadian schizoid adalah
·         sedikit aktivitas yang memberikan kesenangan
·         emosi dingin, afek datar atau tak peduli (detachment)
·       Kurang mampu mengekspresikan kelembutan, kehangatan, dan kemarahan pada orang lain
·         Tampak nyata ketidak pedulian terhadap pujian atau kecaman
·         Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
·         Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
·         Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
·        tidak memiliki teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau ada cuma satu) dan       tidak punya keinginan untuk melakukannya
·         sangat tidak sensitive terhadap norma social yang berlaku
Untuk diagnosis dibutuhkan minimal 3 kriteria di atas.
AKSIS III       : Tidak ada kelainan fisik
AKSIS IV       : Tidak ada stressor
AKSIS V        : 40-31 à maknanya yaitu beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,disabilitas berat dalam beberapa fungsi.

Tatalaksana
1.      Rawat Inap
Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostic, utnuk stabilitas pengobatan, utnuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Rawat inapa juga dapat mengurangi stress pasien dan membantunya menyusun aktivitas harian.
2.      Terapi biologis
a.       Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamine efektif dalam penanganan skizofrenia adalah terhadap gejalan positif seperti waham, halusinasi.
Obat ini memiliki kekurangan dua utama yakni hanya persentase kecil pasien (kemungkinan 25%) yang cukup membantu untuk dapat memulihkan fungsi mental secara bermakna, dan yang kedua, antagonis reseptor dopamine dikaitkan dengan efek simpang yang mengganggu dan serius yaitu akatisia dan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor.
Contohnya: Klorpromazin (Thorazine) dan Haloperidol (Haldol)
b.      Antagonis Serotonin-Dopamine (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtype reseptor dopamine yang berbeda dibanding antipsikotik standar, dan memengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamate. Obat ini juga menghasilkan efek simpang neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negative skizofrenia, contohnya penarikan diri.
Contohnya: risperidon (Risperdal), klozapin, olanzapin (Zyprexa), sertindol, kuetiapin dan ziprasidon.
3.      Terapi Elektrokonvulsif (Terapi ECT)
Dilakukan sebagai langkah terakhir apabila terapi biologis tidak menghasilkan hasil yang positif.
4.      Terapi psikososial
a.       Pelatihan keterampilan social
Disebut juga keterampilan perilaku. Pelatihan keterampilan social telah terbukti mengurangi angka relaps sebagaimana yang terukur melalui kebutuhan rawat inap.
b.      Terapi berorientasi keluarga
Terapis harus mengendalikan intensitas emosional sesi keluarga dengan pasien skizofrenia. Sejumlah studi menunjukan bahwa terpai keluarga dapat mengurangi angka kejadian relaps pasien skizofrenia.

Prognosis
ad vitam          : dubia ad malam
ad fungsionam : dubia ad malam

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada :
-          Usia pertama kali timbul ( onset) : makin muda makin buruk
-          Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik
-          Tipe skizofrenia : episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik
-          Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat
-          Ada atau tidaknya faktor pencetusnya : jika ada lebih baik
-          Ada atau tidaknya faktor keturunan : jika ada lebih jelek
-          Kepribadian prepsikotik : jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
-          Keadaan sosial ekonomi : bila rendah lebih jelek.

Kesimpulan
Nyonya Cek Ela 30 tahun mengalami Gangguan Jiwa Schizophrenia Afektif tipe depresif dengan gangguan kepribadian schizoid.



DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Harold, dkk. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid satu. 2010. Jakarta : Binarupa Aksara Publisher.
Feist, Jess & Feist, G. J. (2006). Theories of Personality, Sixth ed. Boston: Mc-Graw
Douglas, Anderson M., Dorland, W.A Newman, 2002. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta ,             EGC.
Maslim, Rusdi. 2003.  Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III.  Jakarta : PT Nuh Jaya.