Skenario
A Blok 21 Tahun 2013
A 66-year-old woman comes to MH hospital
because she has suffered from pain on the right knee since four years ago. She
also complains of stiffness for approximately 15 minutes when she awakes in the
morning, and in the afternoon her pain worsens. Walking up the stairs in her
house, however, causes a good deal of pain, which is not relieved by ibuprofen
(600mg three times daily) or by acetaminophen (1000mg three times daily). Knee
radiograph done six weeks ago show osteophyte and severe narrowed joint space.
Physical Examination:
Body weight: 70 kg, height: 150 cm,
there is coarse crepitus with flexion /extension of the right knee. Both knees
are in slight varus angulation (bow-legged). On palpation thre of the right
knee. The joint margins of both knees and exquisite tenderness to digital
pressure at the medial upper tibia on the right.
Rawan Sendi Normal
Komposisi rawan sendi
normal mengandung hanya satu jenis sel yang sangat spesifik yaitu kondrosit
yang berperan dalam mensintesis dan memelihara matriks ekstraseluler. Matriks
rawan sendi terutama mengandung kolagen, proteoglikan dan air. Kolagen merupakan
molekul protein yang sangat kuat; ada beberapa tipe kolagen pada matriks
ekstraseluler tetapi sebagian besar ialah kolagen tipe B. Kolagen berfungsi
sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi pengembangan berlebihan
agregat proteoglikan.
Di dalam rawan sendi
normal, komponen matriks ekstraseluler walaupun lambat secara terus menerus
mengalami pergantian (turn-over), molekul tua akan diganti yang baru.
Proteoglikan mengalami
turn-over yang lebih cepat dibandingkan kolagen, karena proteoglikan lebih peka
terhadap enzim degradasi. Pada turn-over normal akan dilepaskan sejumlah besar
fragmen proteoglikan yang menunjukkan bahwa bagian yang terputus (cleavage)
adalah pada inti protein di tempat yang berdekatan dengan domain G1 dan G2
sehingga memisahkan ikatan HA dari regio pembawa glikosaminoglikan. Degradasi
makromolekul ini dikontrol oleh enzim proteolitik yang disintesis oleh
kondrosit. Enzim proteolitik yang berperan pada proses ini ialah Metaloprotease
1 (MMP1 atau kolagenase) dan Metaloprotease 3 (MMP 3 atau stromelisin).
Aktivitas enzim tersebut dikontrol oleh inhibitor endogen yang dikenal sebagai
Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP). Kecepatan degradasi ditentukan
pula oleh kadar enzim sintesis dan aktivitas dalam jaringan. Pada keadaan
normal, proses degradasi dan sintesis harus terkoordinasi secara reguler agar
jumlah makromolekul tetap terpelihara. Berbagai faktor berperan dalam menjaga
keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis matriks makromolekuler ini,
tetapi secara in vivo kontrol mekanisme ini belum diketahui secara pasti.
Berbagai faktor anabolik dan katabolik diketahui mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi metabolisme kondrosit dalam turn-over matriks rawan sendi.
Sitokin, seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α)
merangsang sintesis enzim proteolitik dan menginduksi degradasi kolagen dan
proteoglikan yang secara simultan menghambat sintesa proteoglikan. Sitokin ini
terutama disintesis oleh makrofag, yang lebih nyata pada keadaan inflamasi
sendi. Hormon pertumbuhan seperti transforming growth factor (TGF-β) dan
Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) sebaliknya mempunyai efek anabolik
terhadap metabolisme kondrosit. Peranannya sangat unik karena tidak hanya
menstimulasi sintesis proteoglikan tetapi punya efek melawan aksi IL-1 pada
metabolisme kondrosit dengan menghambat efek katabolik padsa rawan sendi.
Etiopatogenesis
/ patofisiologi
Etiopatogenesis
osteoartritis sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang
pasti. Telah diketahui bahwa tidak ada satupun pemeriksaan tunggal yang dapat
menjelaskan proses kerusakan rawan sendi pada OA. Etiopatogenesis OA diduga
merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik dan OA merupakan
keseimbangan di antara faktor etiologik dan proses jaringan. (Isbagio, 2000)
Beradasarkan
patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder.
Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik, yaitu OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro
dan makro serta mobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering
ditemukan dibandingkan OA sekunder.
Para pakar yang
meneliti penyakit ini berpendapat bahwa OA merupakan penyakit gangguan
homeostatis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan
kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi
pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial, antara lain karena faktor umur,
stress mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomis, obesitas,
genetik, humoral, dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan
faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk
degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi
inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan
fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas
dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan
(repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan
sendi, remodelling tulang, dan inflamasi cairan sendi.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataan lebih rendah dibanding normal, yaitu 0,29 dibanding 1.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataan lebih rendah dibanding normal, yaitu 0,29 dibanding 1.
Peran makrofag di dalam
cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis,
material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin
aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah
IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-sitokin ini akan
merangsang khondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi
CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan
sendi secara langsung.pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan
sendinya. Sitokin ini jug mempercepat resorbsi matriks rawan sendi.
Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 kali lipat lebih banyak dibanding individu normal, dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).
Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 kali lipat lebih banyak dibanding individu normal, dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).
Mekanisme Nyeri
1.
Pada
rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut. (fibrinogen ditambahkan trombosit
akan menjadi bekuan darah di pembuluh darah dan fibrinogen ditambahkan LDL
& kolesterol akan membentuk endapan aterosklerosis) Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator
kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone
angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab
rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi
seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi
2.
peregangan
tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja
yang berlebihan.
3. Sakit
pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan
radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis
4. kenaikan
tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
5. Nyeri
gerak dapat juga diakibatkan dari pergesekan antar tulang yang telah kehilangan
rawan sendinya, terutama saat ekstensi.
Mekanisme kaku pagi
1. Karena
adanya desakan cairan pada keadaan imobilisasi (tidur/istirahat), desakan ini
mendesak daerah inflamasi. Hal ini ketika terbangun dari tidur akan menyebabkan
kaku sekitar beberapa menit . Setelah digerakan cairan akan menyebar kembali
sehingga kaku akan menghilang. Lamanya kaku tergantung dari derajat inflamasi. (biasanya
<30 menit).
2. Karena
viskositas cairan sendi yang meningkat pada keadaan inflamasi sehingga membuat
kaku pada sendi
3. Pada
keadaan istirahat suhu sendi turun sehingga membuat pembuluh darah menjadi vasokonstriksi
dan menurunkan supply nutrisi ke sendi.
Nyeri
tidak hilang dengan pengobatan
Interaksi kedua obat
tersebut baik untuk nyeri yang sudah parah, juga dosis yang diberikan juga
sudah sesuai. Dalam hal ini kemungkinan kesalahannya karena kedua obat itu
bekerja dengan cara menghambat enzim sikolooksigenase untuk mengubah as.
Arakhidonat menjadi PGG2 sehingga prostaglandin tidak terbentuk.
Prostaglandin ini berperan dalam nyeri dan inflamasi. Namun, dalam kasus ini
nyeri tidak hanya diakibatkan oleh kerja prostaglandin, melainkan dari jejas
mekanik yang ditimbulkan oleh proses osteoarthritis. Sehingga nyeri tidak
hilang.
Obat
yang digunakan
Dosis untuk ibuprofen
dewasa : 200-400 mg untuk 3-4 x/hari ---- Max 800 mg/minum / 3200 mg/hari 4x
minum
Kasus ini 600 x 3 =
1800 mg/hari à
sesuai dengan dosis
Dosis untuk
asetaminofen : 300-1000 mg/kali max 4g/hari
Kasus ini 1000 mg x 3 =
3000/hari à
sesuai dosis
Kombinasi dari kedua
obat ini untuk kasus nyeri yang berat seharusnya menunjukan interaksi obat yang
saling menguatkan.
First line terapi : ibuprofen
Second line terapi : kombinasi ibuprofen dan asetaminofen
Lini ketiga :
injeksi steroid intraartikuler
Lini terakhir : intervensi bedah
Interpretasi
dan mekanisme pemeriksaan radiologi
Kemungkinan kasus ini berada pada
derajat à
3 atau 4
Derajat pemeriksaan radiologi osteoarthritis
menurut Kellgren dan Lawrence
·
Derajat 0 (KL-0)Tidak
terdapat perubahan gambaran radiologik (normal)
·
Derajat I (KL-I) Menunjukkan
gambaran kemungkinan adanya osteofit tanpadisertai penyempitan celah sendi
· Derajat II
(KL-II)Memberikan gambaran adanya osteofit yang nyata, sedangkan penyempitan
celah sendi tidak ada atau meragukan
· Derajat III (KL-III) Osteofit
tampak berukuran sedang disertai penyempitan celah sendi, sedikit skeloris,
dan kemungkinan terdapat deformitas
· Derajat IV (KL-IV)
Osteofid yang besar dan terdapat penyempitan celah sendi yang
nyata/berat, dengan sklorosis berat dan deformitas nyata
Mekanisme
terbentuknya osteofit
Adanya degradasi dari rawan sendi yang
sangat meningkat pada penderita osteoarthritis akan dikompensasi dengan proses
reparasi dari muara tulang subkondral. Proses ini dipengaruhi oleh hormone pertumbuhan
(IGF1, growth hormone, TGF-β, dan Coloni Stimulating Factor – CSF) yang
meninduksi kondrosit sel untuk mensintesis DNA, kolagen dan proteoglikan. Proses
ini terjafi secara berlebihan sehingga tampak berupa tulang yang timbul secara
tidak rata yang dikenal dengan nama osteofit.
Mekanisme
penyempitan celah sendi , Asimetris (pada bagian medial)
Maquet menjelaskan bahwa pada keadaan
normal gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh
otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian
sentral sendi lutut. Sebaliknya, pada keadaan obesitas resultan tersebut akan
bergeser ke medial sehingga beban yang diterima sendi lutut akan tidak
seimbang. Hal ini dapat menyebabkan ausnya tulang rawan karena bergesernya
titik tumpu badan. Beban mekanis akan menyebabkan sendi bagian medial terus
terdorong dan menyebabkan penyempitan celah sendi
Stress mekanis menjadi factor yang
merangsang molekul abnormal dan produk degradasi di cairan synovial yang akan
menyebabkan terjadinya inflamasi dan akhirnya terjadinya degradasi pada rawan
kartilago yang akan menambah penyempitan celah sendi.
Pemeriksaan
fisik :
Obesitas
IMT = 70/1,5x1,5 = 31,11 (kelebihan
berat badan tingkat berat)
Klasifikasi BMI Berdasarkan Depkes RI
IMT < 17.0 :
kekurangan berat badan tingkat berat = kategori kurus
IMT 17.0 - 18.5 :
kekurangan berat badan tingkat ringan = kategori kurus
IMT 18.5 - 25.0 :
kategori normal
IMT > 25.0 - 27.0 :
kelebihan berat badan tingkat ringan = kategori gemuk
IMT > 27.0 :
kelebihan berat badan tingkat berat = kategori gemuk
Klasifikasi BMI Berdasarkan WHO
< 16.0 :
kurang energi tingkat berat
16.0-17.5 :
kurang energi tingkat sedang
>17.5-18.5 :
kurang energi tingkat ringan
>18.5-20.0 :
kurang energy
>20.0-25.0 :
normal
>25.0-30.0 :
kegemukan
>30.0 :
obes
Mekanisme :
Hubungan Antara Obesitas
Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut
Seiring dengan bertambahnya usia,
seseorang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis lutut. Maquet
menjelaskan bahwa pada keadaan normal gaya berat badan akan melalui medial
sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga
resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Sebaliknya, pada
keadaan obesitas resultan tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang
diterima sendi lutut akan tidak seimbang. Hal ini dapat menyebabkan ausnya
tulang rawan karena bergesernya titik tumpu badan. Oleh karena itu kelebihan
berat badan pada umur 36- 37 tahun membuat satu faktor risiko bagi
osteoartritis lutut pada usia lanjut.
Krepitus
kasar
Rasa gemeretak saat sendi yang sakit
digerakkan. Krepitus kasar dan jelas terdengar mempunyai nilai diagnostik
bermakna.
Mekanisme
Pada tulang rawan sendi (kartilago)
dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang
yang terjadi ketika cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago
pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya nyeri dan bunyi gemeretak
kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan
protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan
berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi. Cairan
sinovial yang berkurang membuat celah sendi menjadi sempit. Menyempitnya celah
sendi tersebut menyebabkan tulang yang membentuk sendi tersebut bergesekan
dan menimbulkan bunyi ketika digerakkan.
Mekanisme
Varus angulation (bow-legged)
Gaya berat badan pada keadaan obesitas
yang yang menggeser resultan gaya ke medial sendi, sehingga membuat daerah
medial lebih rentan untuk mendapatkan stress mekanik. Stress mekanik ini akan
memicu terjadinya inflamasi didaerah tersebut, sehingga proses degenerative di
daerah medial yang membuat celah sendi bagian medial menjadi sempit ditambah
gaya berat ini akan menyebabkan kaki menjadi varus (membengkok).
Exquisite
Tendernerness (hiperalgesia)
Karena sensasi nyeri yang dialami oleh
pasien, sehingga pasien menjadi sensitive terhadap sentuhan.
Kriteria
diagnosis
|
Klinik
& Laboratorik
|
Klinik
& Radiografik
|
Klinik
|
|
Nyeri
lutut + minimal 5 dari 9 kriteria berikut :
-
Usia > 50 tahun
-
Kaku pagi < 30 menit
-
Krepitus
-
Nyeri tekan
-
Pembesaran tulang
-
Tidak panas pada perabaan
-
LED < 40 mm/jam
- RF
< 1:40
-
Analisis cairan sendi normal
|
Nyeri
lutut + minimal 1 dari 3 kriteria berikut :
-
Usia > 50 tahun
-
Kaku pagi < 30 menit
-
Krepitus
+
-
Osteofit
|
Nyeri
lutut + minimal 3 dari 6 kriteria berikut :
-
Usia > 50 tahun
- Kaku
pagi < 30 menit
-
Krepitus
-
Nyeri tekan
-
Pembesaran tulang
-
Tidak panas pada perabaan
|
Penatalaksanaan
1.
Terapi non-farmakologis
· - Edukasi dan penerangan
· - Terapi fisik dan
rehabilitasi
· - Penurunan berat badan
2.
Terapi farmakologis
· - Analgesik oral
non-opiat
· - Analgesik topical
· - OAINS
· - Chondroprotective
· - Steroid Intra-artikuler
3.
Terapi bedah
· - Malaligment, deformitas
lutut Valgus-Varus
· - Arhtroscopic
debridement dan joint lavage
· - Osteotomi
· - Artroplasti sendi total






0 komentar:
Posting Komentar